Jumat, 17 Februari 2012

asuhan keperawatan KB mantap


BAB I
PENDAHULUAN



LATAR BELAKANG

Keluarga berencana merupakan suatu perencanaan tentang waktu yang tepat untuk memiliki anak. Di dalam keluarga berencana terdapat teknik kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah kehamilan sebagai upaya untuk mengatur kehamilan.
Jika pasangan yang sudah menikah memiliki kesuburan baik, 90% pasangan wanita akan hamil dalam satu tahun bila mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi (Gunningham, et al., 1997). Oleh karena itu untuk pengaturan waktu kehamilan, tidak terlepas dari peran alat kontrasepsi. Kehamilan tak terencana dapat menyebabkan gangguan mayor di dalam kehidupan seorang wanita yang berdampak pada kesehatan ibu dan neonatus.
Kontrasepsi mantap pada wanita disebut tubektomi, yaitu tindakan memotong tuba Fallopii / tuba uterina. Sedangkan pada pria, kontrasepsi mantap dinamakan vasektomi, yaitu tindakan memotong vas deferens. Tulisan berikut ini hanya membahas tentang tubektomi.
Metode kontrasepsi merupakan usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen)dan relatif tidak menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap penyakit.

Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup. Kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti semula.
Dahulu tindakan ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi medis, seperti kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak.
Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada abad ke-19, sterilisasi dilakukan dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 50-an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis ke dalam tuba uterina. Pada akhir abad ke-19 dilakukan dengan mengikat tuba uterina namun cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukanlah pemotongan dan pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi ini dibantu oleh anestesi umum dengan membuat sayatan / insisi yang lebar dan harus dirawat di rumah sakit. Kini, operasinya tanpa dibantu anestesi umum dengan hanya membuat insisi kecil dan tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval haid.
Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi dan kegagalan. Edema tuba uterina akan berkurang setelah hari VII-X pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan mudahnya terjadi perdarahan.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di duma. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkembangan metode dengan operasi (M.0) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
1.      Motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang.
2.      Efektivitas hampir 100%.
3.      Tidak mempengaruhi libido seksualis.
4.      Kegagalan dari pihak pasien (patient's failure) tidak ada.

Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o. postpartum dan m.o. dalam interval. Tubektomi post-partum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Falloppii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain.
Program pembangunan nasional, Keluarga Berencana (KB) mempunya arti krusial untuk mewujudkan manusia Indonesia sejahtera, di samping pendidikan dan kesehatan. Namun, kesadaran pentingnya kontrasepsi di Indonesia saat ini masih rendah. Padahal, penggunaan kontrasepsi seperti pil KB, vasektomi, tubektomi, spiral atau suntik, sangat penting untuk menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah kehamilan.
Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2007 menyebutkan, penduduk di Indonesia berjumlah sekitar 224,9 juta jiwa. Terbanyak keempat di dunia. Tetapi, dari segi kualitas masih rendah. Terbukti dari jumlah pengangguran yaitu 9,43 juta jiwa (versi Badan Pusat Statistik).
Kekhawatiran ledakan penduduk pada tahun 2015 mendorong pemerintah membuat sejumlah kebijakan penting mengenai program KB. Salah satunya, dengan kampanye global Hari Kontrasepsi Dunia 2008 yang mengambil tema Your Life, Your Body, Your Choice yang bertujuan untuk mengedukasi pasangan suami-istri dalam usia produktif di seluruh dunia.
Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan sosial. Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi berperan dalam reproduksi, yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah kehamilan. Sementara sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi berkaitan dengan upaya mewujudkan program pembangunan suatu negara.
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.
Daya guna suatu kontrasepsi diukur dengan rumus pearl yang diajukan pada tahun1930-an. Menurut rumus ini tingkat kehamilan (pregnancy rate = kehamilan per 100 tahun wanita) ialah 1200 X jumlah kehamilan/jumlah siklus seluruhnya. Asumsi yang dipakai oleh pearl ialah bahwa setiap akseptor mempunyai kesuburan yang homogen, sehingga 100 akseptor yang diobservasi selama 2 tahun, atau sama dengan 50 akseptor yang diobservasi selama 2 tahun, atau sama dengan 200 akseptor selama 6 bulan.
Daya guna kontrasepsi terdiri atas daya guna teoritis atau fisiologik. Daya guna teoritis merupakan kemampuan suatu cara kontrasepsi bila dipakai dengan tepat, sesuai dengan instruksi dan tanpa kelalaian. Daya guna pemakaian adalah perlindungan terhadap konsepsi yang ternyata pada keadaan sehari-hari yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ketidakhati-hatian, tidak taat asas, motivasi, keadaan sosial ekonomi budaya, pendidikan dll. Daya guna demografik menunjukan berapa banyak kontrasepsi diperlukan untuk mencegah suatu kelahiran.
Sampai saat ini belum ada suatu cara kontrasepsi yang 100% ideal. Ciri-ciri suatu kontrasepsi yang ideal meliputi daya guna, aman, murah, estetik, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi terus-menerus, dan efek samping yang minimal.












BAB II
PEMBAHASAN


A.    Defenisi
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003).
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).
B.     Keuntungan dan Kerugian
  1. Keuntungan dari Tubektomi adalah sebagai berikut :
a.       Motivasi hanya dilakukan 1 kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang.
b.      Efektivitas hampir 100%.
c.       Tidak mempengaruhi libido seksual.
d.      Kegagalan dari pihak pasien tidak ada.
e.       Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
f.       Tidak bergantung pada faktor senggama
g.      Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
h.      Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
i.        Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
j.        Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
  1. Kerugian Tubektomi :
Tindakan ini dapat dianggap tidak reversibel, walaupun memang ada kemungkinan untuk membuka tuba kembali pada mereka yang akhirnya masih menginginkan anak lagi dengan operasi rekanalisasi.
C.    Indikasi
Yang Dapat Menjalani Tubektomi :
·         Usia > 26 tahun.
·         Paritas (jumlah anak) minimal 2 dengan umur anak terkecil > 2 thn.
·         Yakin telah mempunyai keluarga besar yang sesuai dengan kehendak
·         Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
·         Pascapersalinan.
·         Pascakeguguran.
·         Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
  1. Indikasi medis
    Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
  2. Indikasi obsetri
    Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
  3. Indikasi genetik
    Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
  4. Indikasi kontrasepsi
    Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
  5. Indikasi ekonomi
    Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga.
D.    Kontra Indikasi
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi
  • Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai).
  • Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
  • Infeksi sistemik atau pelvic yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
  • Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
  • Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.
  • Belum memberikan persetujuan tertulis.

Efek samping penggunaan Kontrasepsi Mantap.
  • Haematoma/ perdarahan pada luka bekas operasi.
  • Timbulnya radang setempat.
  • Pengaruh psikologis (pusing, cepat marah, dll)

Cara penanggulangan efek samping Kontap :
  • Efek samping ringan umumnya akan hilang sendiri.
  • Perdarahan yang banyak, peradangan ==> Rujuk.
  • Bimbingan dan penyuluhan.
E.     Manifestasi klinis
  • Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi.
  • Pucat
F.     Syarat-Syarat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)
  • Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun.
  • Umur ibu
    Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
  • Perkawinan stabil (Keluarga harmonis). Karena perceraian setelah kontap dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
  • Konseling
    Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.
    Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga.
    Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis yang prima.
  • Informed consent
    Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya
G.    Cara tubektomi
Cara tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas :
  1. Saat operasi.
  2. Cara mencapai tuba.
  3. Cara penutupan tuba.
  1. Saat operasi
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval sesudah keguguran tubektomi dapat langsung dilakukan. Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.
Tubektomi pada persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke 7-10 pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah.


  1. Cara mencapai Tuba
Cara-cara yang dilakukan di indonesia saat ini ialah dengan laparatomi, laparatomi mini, dan laparoskopi.
a.       Laparatomi
Cara mencapai tuba melalui laparotomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan di Indonesia sebelum tahun 70an. Tubektomi juga dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, dimana kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi, sebaiknya setiap laparotomi harus dijadikan kesempatan untuk menawarkan tubektomi.
b.      Laparatomi mini
Laparotomi khusus tubektomi ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca persalinan. Uterus yang masih besar, tuba yang masih panjang, dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1-2 cm dibawah pusat.
Kalau tubektomi dilakukan pada 3-5 hari postpartum, maka dapat dilakukan insisi mediana karena uterus dan tuba telah berinvolusi. Dilakukan insisi mediana setinggi 2 jari dibawah fundus uteri sepanjang 1-2 cm.
c.       Laparoskopi
Laparoskop dimasukkan ke dalam selubung dan alat panggul diperiksa. Tuba dicari dengan menggunakan manipulasi uterus dari kanula rubin, lalu sterilisasi dilakukan dengan menaggunakan cincin folope yang dipasang pada pars ampularis tuba. Setelah yakin tidak terdapat perdarahan, pnemoperitonium dikelurkan dengan menekan dinding perut. Luka ditutup dengan 2 jahitan subkutikuler, lalu dipasang band aid. Pasien dapat dipulang 6-8 jam.
  1. Cara penutupan Tuba
Cara tubektomi yang dapat dilakukan adalah cara Pomeroy, Kroener, Irving, pemasangan cincin folope, klip filshie, dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba.
a.       Cara Pomeroy
Tuba dijepit kira-kira pada pertengahan, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai Catgut biasa no.0 atau no.1. lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi. Tujuan pemakaian catgut biasa ini ialah lekas diabsorpsi, sehingga kedua ujung tuba yang di potong lekas menjauhkan diri, dengan demikian rekanalisasi tidak dimungkinkan.
b.      Cara Kroener
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yang tidak udah diabsorpsi.
c.       Cara Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangya setelah kedua ujung potongan diikat dengan catgut kronik no.0 atau no.00. ujung potongan proksimal ditanamkan di dalam miometrium dinding depan uterus. Ujung potogan ditanamkan di dalam ligamentum latum. Dengan cara ini rekanalisasi spontan tidak mungkin terjadi. Cara tubektomi ini hanya dapat dilakukan pada laparotomi besar seperti seksio cesarea.
d.      Pemasangan Cincin Falope
Cincin falope (yoon ring) terbuat dari silikon, dewasa ini banyak digunakan. Dengan aplikator bagian ismus uba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesuah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi jibrotik. Cincin falope dapat dipasang pada laparotomi mini, laparoskopi atau dengan laprokator.
e.       Pemasangan Klip
Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Klip filshie mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tua yang edema. Klip Hulka-clemens digunakan dengan cara menjepit tuba. Oleh karena klip tidak memperpendek panjang tuba, maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.
f.       Elektro-koagulasi dan Penutupan tuba
Cara ni dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparoskopik. Dengan memasukkan grasping forceps melalui laparoskop tuba dijepit kurang lebih 2 cm dari kornua, diangkat menjauhi uterus dan alat-alat panggul lanilla, kemudian dilakukan kauterisasi. Tuba terbakar kurang lebih 1 cm ke proksimal, dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm. Pada waktu kauterisasi tuba tamapak menjadi putih, menggembung, lalu putus. Cara ini sekarang banyak ditinggalkan.
H.    Tindak lanjut
  1. Minggu pasca operasi, pemeiksaan adanya keluhan nyeri perut, tekanan darah, nadi, suhu dan pemeriksaan perut dengan palpasi, tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
  2. Bulan pasca operasi, diperlukan pemeriksaan tentang haid, periksa dalam dan bila perlu dilakukan patensi tuba.
  3. 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun pasca operasi ádalah untuk mengetahui keadaan haid, kemungkinan komplikasi, kemungkinan hamil, keehatan badan, hubungan seks dan perkawinan.
































ASUHAN KEPERAWATAN
TUBEKTOMI


A.    PENGKAJIAN
1.      Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2.      Riwayat Keperawatan
a.       Riwayat Kesehatan saat ini :
keluhan nyeri pada luka post operasi tubektomi,peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b.      Riwayat Kesehatan masa lalu
3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b.      Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c.       Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d.      Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e.       Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
4.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b.      Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak sekunder terhadap nyeri.
3.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
4.      Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

C.    RENCANA KEPERAWATAN
1.      Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi.
Ø  Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria hasil : Tampak rileks dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi :
1)      Kaji skala nyeri, lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional : Mengetahui sejauh mana nyeri yang dirasakan klien
guna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.
Rasional :   Posisi semi fowler dapat merelaksasikan otot-otot
sehingga sensasi nyeri dapat berkurang
3)      Berikan aktivitas hiburan.
Rasional :  Hiburan dapat sebagai pengalihan atas rasa nyeri.
4)      Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional :   Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri

2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Ø  Tujuan : Toleransi aktivitas
 Kriteria hasil : Klien dapat bergerak tanpa  pembatasan, Tidak
                          berhati-hati dalam bergerak.
 Intervensi
1)      Catat respon emosi terhadap mobilisasi.
Rasional :  Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar
                  kegelisahan.
2)      Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Rasional :  Untuk mengurangi beban klien.
3)      Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Rasional :  Memperbaiki mekanika tubuh.
4)      Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional :  Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

3.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi.
Ø  Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi :
1)      Ukur tanda-tanda vital.
Rasional :  Untuk mendeteksi adanya tanda infeksi.
2)      Observasi tanda-tanda infeksi.
Rasional :   Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah.
3)      Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik
dan aseptik.
Rasional :   Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4)      Observasi luka insisi.
Rasional :  deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

4.       Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
Ø  Tujuan : Mengurangi kecemasan.
Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda kecemasan.
Intervensi :
1)      Dorong klien untuk mengekspresikan masalah dan rasa khawatir.
Rasional :   Komunikasi terbuka, membantu mengembangkan
hubungan saling percaya sehingga mengurangi stress dan anxietas
2)      Bantu klien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan anxietas.
Rasional :  penurunan anxietas menurunkan sekresi asam klorida
3)      Ajarkan strategi penatalaksanaan stress.
                        Rasional :  Stressor diidentifikasi sebelum dapat diselesaikan
        
D.    IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Dan dalam tahap pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat mempertimbangkan 3 (tiga) tahapan penting yaitu:
a.       Persiapan. Perawat mempersiapkan klien dan lingkungan klien serta  
      mempelajari dengan seksama instruksi keperawatan dan berusaha
      memahami dengan baik.
b.      Pelaksanaan instruksi keperawatan. Perawat harus tetap memperhatikan
      privasi klien, kenyamanan klien, dan keamanan klien.
c.       Sesudah pelaksanaan. Perawat harus tetap memperhatikan reaksi klien
      sehubungan dengan tindakan yang diberikan.

E.     EVALUASI

      Tahapan evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir kegiatan dari proses keperawatan, sejauh mana perawat menilai hasil tindakan yang dilakukan.
      Informasi yang diperoleh dari keadaan klien setelah memperoleh asuhan keperawatan dicatat dengan jelas, agar dapat di evaluasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
  1. Perhatikan masalah apa yang terjadi pada pengguna kontrasepsi tubektomi.
  2. Pantau sejauh mana kenyamanan penggunaan kontrasepsi tubektomi.



DAFTAR PUSTAKA




1 komentar:

  1. Online Gaming | Casino in Pennsylvania - Aprcasino
    Enjoy our top selection of regulated online casino games and wagering anywhere in New Jersey. Get $25 FREE and win real money! Rating: 4.4 · ‎Review by apr casino a Tripadvisor user

    BalasHapus